Perekonomian indonesia
Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat Indonesia Diwilayah Perbatasan Kalimantan
1. Latar belakang permasalahan.
Setiap
negara berkeinginan untuk selalu dapat meningkatkan kemampuan pertahanan
wilayahnya. Dengan
kemampuan pertahanan yang kuat maka negara tersebut mempunyai kemampuan diri
yang dapat diandalkan untuk menghadapi berbagai macam bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Isu
pertahanan dan keamanan pada dekade terakhir ini semakin kompleks dengan
terusiknya wilayah Indonesia di perbatasan, diantaranya batas laut dengan
Singapura, batas daratan di Kalimantan Barat dan Timur serta klaim blok Ambalat
oleh Malaysia. Adapun dibidang keamanan meningkatnya aktivitas terorisme,
perampokan dan pembajakan, penyelundupan, imigran gelap, penangkapan ikan illegal dan kejahatan lintas negara lainnya. Bentuk-bentuk ancaman
tersebut semakin kompleks karena dikendalikan oleh aktor-aktor dengan jaringan
lintas negara yang sangat rapi, serta memiliki kemampuan teknologi dan dukungan
finansial. Masalah pertahanan negara merupakan faktor yang sangat hakiki dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Tanpa mampu mempertahankan diri
dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri, suatu negara tidak akan
dapat mempertahankan keberadaannya. Selain itu juga pertahanan negara berkaitan
dengan harga diri bangsa dan negara, karena dengan adanya kekuatan pertahanan
negara yang memadai (Postur Pertahanan yang kuat) akan membuat negara lain
menjadi tidak memandang remeh terhadap Indonesia. Pertahanan negara akan
terbangun dengan kuat apabila masyarakatnya sejahtera, karena kesejahteraan
masyarakat menjadi tolok ukur kemampuan negara untuk membangun sistem
pertahanannya termasuk meningkatkan alat utama sistem persenjataan (alutsista)
secara kuantitas maupun kualitas, sesuai dengan pepatah yang berlaku apabila ingin damai maka bersiaplah
untuk perang. Isu blok Ambalat berada pada Alur
Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) disebut juga sebagai wilayah corong
tengah merupakan wilayah di bagian tengah Indonesia yang terdiri dari rangkaian
pulau besar dan pulau kecil. Daerah tersebut terdiri dari tiga gugus pulau
yaitu Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Dari ketiga wilayah gugus pulau
di atas memiliki potensi ancaman yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
geografi, demografi serta kondisi sosial masing-masing.
Sesuai dengan UU RI Nomor 3 tahun
2002 tentang pertahanan negara maka komponen pertahanan terdiri dari komponen utama, komponen
cadangan dan komponen pendukung.
Dihadapkan kepada kemungkinan ancaman nyata maupun potensial, TNI sebagai
komponen utama pertahanan negara memiliki keterbatasan dalam alat utama sistem
persenjataan (alutsista), personel maupun dukungan. Guna mendapatkan kemampuan gelar
strategi penangkalan maupun strategi penindakan diperlukan adanya suatu
penataan wilayah pertahanan (Hanwil) secara
terpadu. Dalam tinjauan pertahanan wilayah untuk seluruh wilayah Kalimantan,
khususnya wilayah perbatasan darat yang berhadapan langsung dengan perbatasan
Malaysia. Dengan bentangan panjang garis
perbatasan sejauh 2004 Km bukanlah hal yang mudah bagi Kodam VI/Tanjungpura
untuk melakukan gelar pertahanan secara fisik yang dilakukan oleh
prajurit-prajurit Kodam VI/Tanjungpura yang tergabung dalam Satuan Penugasan Pengamanan Perbatasan
(Satgas Pamtas).
Wilayah Kalimantan sangat dikenal dengan potensi Sumber Daya Alam nya (SDA),
sehingga sangat ironis apabila infrastuktur yang diperlukan untuk kepentingan
umum tidak dapat terbangun dan kondisi sosial ekonomi masyarakat didaerah perbatasan
dengan Malaysia masih berada dalam garis kemiskinan, karena kondisi tersebut
akan bermuara pada kondisi pertahanan negara diwilayah perbatasan tersebut.
Gelar kekuatan TNI (Kodam VI/Tanjungpura) diwilayah perbatasan
Indonesia-Malaysia belum mampu mengawasi dan menjaga panjang garis perbatasan
di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat secara keseluruhan, sehingga peran
masyarakat diperbatasan menjadi sangat penting untuk ikut membantu mengamankan
wilayah perbatasan tersebut dari segala macam bentuk kegiatan yang dapat
merugikan Indonesia secara materiil dan yang terpenting adalah terhadap
kemungkinan tindakan yang dapat mengganggu kedaulatan negara. Dari latar
belakang permasalahan tersebut maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut : Apa
yang harus dilakukan oleh TNI bersama Pemerintah dan instansi terkait lainnya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperbatasan Kalimantan dalam
rangka mendukung gelar pertahanan negara?
Adapun harapan yang diinginkan dari
penulisan ini adalah munculnya gagasan pemikiran dalam bentuk konsep dari
pembaca sebagai tanggung jawab moral sesama anak bangsa Indonesia terhadap
masyarakat Indonesia yang berdomisili diwilayah perbatasan Indonesia-Malaysia
dalam rangka merealisasikan peningkatan kesejahteraan masyarakat guna
kepentingan pertahanan negara, sehingga diperlukan adanya upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia diperbatasan Kalimantan.
Didukung oleh Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, maka tugas-tugas
Kodam VI/Tanjungpura diantaranya dilaksanakan melalui pemberdayaan wilayah
pertahanan. Melalui salah satu tugas tersebut, maka perlu dilakukan suatu upaya
bersama-sama komponen bangsa lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia diwilayah perbatasan Kalimantan dengan sasaran terwujudnya
gelar pertahanan negara yang kuat diwilayah perbatasan.
2. Kondisi aktual masyarakat
didaerah perbatasan Indonesia-Malaysia dalam tinjauan kondisi sosial.
a. Ideologi: Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa
Indonesia telah diterima secara baik oleh masyarakat. Hingga saat ini belum
terlihat anasir-anasir yang tidak menerima atau berusaha merubah ideologi
negara diseluruh wilayah perbatasan Kalimantan.
b. Politik: Kehidupan politik yang mantap dan stabil mewarnai keseharian
diwilayah perbatasan Kalimantan, tidak terjadi kesenjangan politik di kehidupan
sehari-hari masyarakat, gejolak sosial yang bergema di Indonesia tidak terlalu
berpengaruh, namun tidak menutup kemungkinan terdapat kerawanan-kerawanan yang
membahayakan baik regional maupun nasional, pembelajaran untuk berpolitik
diwilayah perbatasan tidak terlalu menarik perhatian masyarakat diwilayah
perbatasan. Yang menjadi isu terkini adalah pemilihan Kepala Daerah di
Kalimantan Timur, tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap masyarakat
diwilayah perbatasan.
c. Ekonomi: Secara umum keadaan ekonomi cukup stabil, khusus didaerah
yang terisolir dari jalur transportasi ibukota Kabupaten dan kecamatan memiliki
ketergantungan pasokan kebutuhan bahan pokok dari negara tetangga Malaysia.
Penyediaan dan penyaluran kebutuhan sembako terbatas dan terhambat oleh
infrastuktur yang belum terbangun. Kebutuhan hidup masyarakat sebagian besar
tergantung dari daerah luar sehingga biaya hidup cukup tinggi bila dibandingkan
daerah lain.
d. Sosial
Budaya: Daerah perbatasan secara umum
masih tertinggal, tingkat kehidupan dan pendidikan pada umumnya masih rendah,
hal ini disebabkan oleh :
1) Sektor Kesehatan. Sarana kesehatan yang tersedia masih
terbatas.
2) Sektor Pendidikan. Sistem penyelenggaraan pendidikan di
daerah masih tertinggal bila dibandingkan dengan daerah perkotaan.
3) Sektor agama. Kehidupan umat beragama cukup baik,
kerukunan antar agama dan antar umat beragama cukup harmonis.
4) Sektor lapangan kerja. Lapangan pekerjaan yang tersedia
masih sangat terbatas.
e. Kondisi
Pertahanan Wilayah
1) Matra Darat. Gelar komando kewilayahan didaerah
perbatasan dan didukung gelar satuan penugasan pengamanan perbatasan bila
dibandingkan dengan panjangnya garis batas darat negara masih belum menutup
seluruh wilayah. Untuk kekuatan satuan darat yang tergelar diwilayah perbatasan
(berbatasan langsung dengan Malaysia) saat ini adalah sebagai berikut:
a) Wilayah Kalimantan Timur; 3 Kodim dan 1 Satgas Pamtas.
b) Wilayah kalimantan Barat; 4 Kodim dan 1 Satgas Pamtas.
2) Matra Laut. Pangkalan TNI AL dengan tugasnya untuk
mengamankan wilayah laut perairan Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia dan
Philipina. Rencana relokasi Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VI dari Makasar
ke kota Tarakan, mulai awal tahun 2008 akan dimulai pembangunannya.
3) Matra Udara. Satuan Radar (Satrad) 257 Tarakan, berada di
bawah Komando dan Pengendalian Kosekhanudnas II Makasar dengan tugas pokok
melaksanakan Pengamatan Udara dalam rangka mendukung Pertahanan Udara Nasional.
Rencana pembangunan Pangkalan TNI AU Tipe C di Juata kota Tarakan. Dengan
demikian akan tergelar kekuatan TNI AU diwilayah Kalimantan Timur bagian Utara,
secara strategi akan memberikan dampak yang menguntungkan untuk kepentingan pertahanan
negara.
4) Rakyat terlatih. Dalam rangka sistem keamanan (siskam)
swakarsa telah dibentuk Rakyat Terlatih (Ratih) yang merupakan perwujudan dalam
bela negara yaitu yang bersifat bantuan pertahanan dan keamanan (Hankam).
f. Kondisi
keamanan: Situasi keamanan wilayah
perbatasan sampai saat ini masih cukup aman dan terkendali. Gejolak-gejolak
yang terjadi di masyarakat relatif kecil dan dapat segera diatasi sehingga
tidak sampai menimbulkan gejolak yang lebih besar. Partisipasi masyarakat di
bidang keamanan cukup baik dengan dijalankannya sistim kemanan lingkungan
(Siskamling) di lingkungan pemukiman.
3. Permasalahan.
a. Terjadinya
kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga. Kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan yang miskin dan
tidak memiliki aksesibilitas yang baik, umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosial ekonomi di negara tetangga. Wilayah perbatasan di Kalimantan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat, berkiblat ke wilayah negara tetangga. Hal ini
disebabkan infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh sosial ekonomi yang
lebih kuat dari negara tetangga.
b. Tingginya
angka kemiskinan dan keluarga pra sejahtera.
Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan yang dapat
dilihat dari tingginya jumlah keluarga pra sejahtera serta kesenjangan sosial
ekonomi dengan masyarakat di wilayah perbatasan negara tetangga. Hal ini
disebabkan oleh akumulasi berbagai faktor, seperti rendahnya kualitas
sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur, rendahnya produktivitas masyarakat
dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam. Implikasi lebih lanjut dari
kondisi kemiskinan masyarakat di wilayah perbatasan mendorong masyarakat
terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi illegal guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial menimbulkan
kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan negara. Selain kegiatan ekonomi illegal, kegiatan illegal lain yang
terkait dengan aspek politik, ekonomi dan keamanan juga terjadi di wilayah
perbatasan seperti penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak. Kegiatan illegal ini terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan
kerja sama antar berbagai pihak termasuk kerjasama antarnegara untuk
menyelesaikannya.
c. Belum
disepakatinya garis batas dengan negara tetangga secara menyeluruh. Beberapa segmen garis batas baik di darat maupun laut
belum disepakati secara menyeluruh oleh negara-negara yang berbatasan dengan
wilayah NKRI. Permasalahan yang sering muncul di perbatasan darat adalah
pemindahan tanda/patok batas yang menyebabkan kerugian negara. Namun secara
umum, titik koordinat batas negara di darat sudah disepakati. Permasalahan
batas yang perlu diprioritaskan penanganannya saat ini adalah perbatasan laut,
di mana garis batas laut, terutama Batas Landas Kontinen (BLK) dan batas Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE), sebagian besar belum disepakati bersama negara
tetangga. Belum jelas dan tegasnya batas laut antara Indonesia dan beberapa
negara tertentu serta ketidaktahuan masyarakat, khususnya nelayan menyebabkan terjadinya pelanggaran
batas oleh para nelayan Indonesia maupun nelayan asing.
d.
Terbatasnya Sarana dan Prasarana pendukung untuk kepentingan pertahanan. Masalah-masalah pelanggaran hukum, penciptaan ketertiban
dan penegakan hukum di perbatasan perlu diantisipasi dan ditangani secara
seksama. Luasnya wilayah, serta minimnya sarana dan prasarana menyebabkan belum
optimalnya aktivitas aparat keamanan. Pertahanan dan keamanan negara di wilayah
perbatasan darat saat ini belum tergelar secara seimbang bila dihadapkan dari
tersedianya sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan termasuk
keterbatasan sarana tekhnologi
informasi.
e. Terjadinya
kegiatan illegal
dan pelanggaran hukum.
Lemahnya penegakan hukum akibat kolusi antara aparat dengan para pelanggar
hukum, menyebabkan makin maraknya pelanggaran hukum di wilayah perbatasan.
Sebagai contoh, di wilayah perbatasan darat, berbagai praktek pelanggaran hukum
seperti aktivitas pencurian
kayu, penyelundupan barang,
dan penjualan
manusia (human trafficking),
serta permasalahan identitas kewarganegaraan ganda masih sering terjadi.
Demikian pula di wilayah perbatasan laut, masih terjadi pembajakan dan
perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia (seperti tenaga kerja,
bayi, dan wanita), maupun pencurian ikan.
f. Terbatasnya
jumlah sarana dan prasarana lintas batas.
Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB)
beserta fasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan sebagai gerbang
yang mengatur arus keluar masuk orang dan barang di kawasan perbatasan sangat
penting. Sebagai pintu gerbang negara, sarana dan prasarana ini diharapkan
dapat mengatur hubungan sosial
dan ekonomi antara
masyarakat Indonesia dengan masyarakat di wilayah negara tetangga. Dengan
sarana dan prasarana perbatasan yang memadai akan mengurangi keluar masuknya
orang dan barang secara illegal.
4. Upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat diperbatasan Kalimantan.
Sesuai dengan Visi Pangdam VI/Tanjungpura (Mayor Jendral TNI Tono Suratman):
Mewujudkan Kalimantan yang aman dan damai serta maju dan
sejahtera, melalui pembangunan yang adil dan kesinambungan, dilandasi dengan Misi: Mewujudkan Prajurit Tanjungpura sebagai kekuatan
moral, kekuatan kultural dan kekuatan profesional dalam mengawal Kalimantan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan
melalui upaya-upaya sebagai berikut:
a. Pendekatan
Kesejahteraan (Prosperity Approach) dan Pendekatan Keamanan (Security
Approach)
Perkembangan
paradigma pembangunan dewasa ini menempatkan wilayah atau ruang sebagai salah
satu dimensi strategis yang berperan penting, bukan hanya sebagai tempat
berlangsungnya aktivitas pembangunan tapi juga sebagai ruang hidup (living space). Artinya, kawasan perbatasan sebagai suatu wilayah atau
ruang seyogjanya berperan sebagai tempat bermukim dan melakukan kegiatan secara
berkelanjutan. Orientasi berkelanjutan inilah yang menjadi kunci pengelolaan
kawasan perbatasan. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan perbatasan perlu
memadukan antara pendekatan
kesejahteraan dengan pendekatan keamanan. Pendekatan keamanan diselaraskan dengan pendekatan
kesejahteraan mengingat perkembangan isu-isu keamanan yang sekarang lebih
berorientasi pada keamanan
manusia (human security) bukan hanya keamanan teritorial. Pola pembangunan yang terpusat pada peningkatan kualitas
hidup manusia, merata, dan berkelanjutan menjadi prasyarat penting untuk
mewujudkan perasaan aman di antara seluruh anggota masyarakat, baik dalam hal
penghasilan, pekerjaan, ancaman kejahatan, dan potensi konflik sosial-politik.
Secara
konseptual, pendekatan
kesejahteraan mengacu pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier. Masyarakat diasumsikan akan patuh dan taat
terhadap hukum serta tidak akan melakukan berbagai perbuatan yang melanggar
aturan apabila terpenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang, dan
papan merupakan prioritas untuk dipenuhi oleh pemerintah dalam rangka menjaga
stabilitas keamanan masyarakat. Logikanya, stabilitas keamanan masyarakat tidak
akan tercipta apabila masyarakat masih mengalami kelaparan, keterbatasan dalam
berpakaian, dan ketiadaan rumah untuk beristirahat. Pemerintah juga harus
memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier masyarakat seperti pendidikan,
kesehatan, dan lapangan kerja. Tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat
sangat mendukung terselenggaranya ketertiban dan keamanan masyarakat yang
akhirnya dapat menciptakan peluang kerja dari pembangunan yang berjalan. Dalam
pandangan pendekatan kesejahteraan, pembangunan sosial ekonomi merupakan alat yang ampuh untuk
menciptakan kedamaian masyarakat.
Human security
menjadi faktor penting dalam pembangunan kawasan perbatasan. Upaya perlindungan
terhadap human
security membuka peluang bagi kawasan
perbatasan untuk mempercepat proses pembangunan, dan karena keterkaitan yang
erat dengan pembangunan ekonomi dan sosial, human security juga menjadi investasi yang penting
bagi pembangunan wilayah perbatasan.
Dengan demikian, tantangan bagi pemerintah (pusat dan daerah) serta berbagai stakeholders lain di wilayah perbatasan adalah bagaimana mengintegrasikan
human security sebagai inti dari proses perencanaan dan implementasi
pembangunan wilayah perbatasan yang berbasis pada pembangunan manusia. Dalam
perspektif ini, konsep human
security mencakup dimensi yang luas, mulai
dari keamanan dari ancaman penyakit menular, rawan pangan, kekurangan gizi,
ancaman kehidupan sehari-hari (jaminan pekerjaan, akses pendidikan, dll) sampai
keamanan dari tindak kejahatan dan terorisme.
Kebutuhan
negara untuk membentengi perbatasan (fortification of border)
dilakukan untuk melindungi negara dari penetrasi (militer) asing di perbatasan.
Penetrasi asing mungkin terjadi karena garis perbatasan bersifat labil dan
dapat dieksplorasi (frontiers
border) sesuai dengan konsepsi integrasi
teritorial masing-masing negara. Untuk mencegah bergesernya frontiers border, negara membentengi perbatasan dengan metode militerisasi
perbatasan.
Untuk
diwilayah perbatasan Kalimantan, penguatan benteng perbatasan sulit dilakukan
mengingat panjangnya perbatasan darat Indonesia. Indonesia harus menjaga +
2004 km perbatasan darat dengan Malaysia. Kecenderungan peningkatan gelar
pasukan di perbatasan memunculkan penilaian bahwa TNI sedang berupaya untuk
melakukan militerisasi daerah perbatasan. Gelar pasukan di perbatasan ini
merupakan implementasi Pasal 6 ayat (1) mengenai fungsi TNI, pasal 8 mengenai
fungsi TNI AD, serta pasal 11 UU 34/2004 tentang TNI yang dalam bagian penjelasannya
menegaskan bahwa gelar kekuatan TNI harus memperhatikan dan mengutamakan
wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau
terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan strategi pertahanan. Untuk
membentengi perbatasan secara optimal harus didukung dengan peningkatan gelar
pasukan perbatasan.
Saat
ini, kendala gelar perbatasan tersebut diatasi dengan menerapkan strategi
perbatasan yang merupakan kombinasi dari gelar komando kewilayahan AD
(Koramil-Babinsa) di daerah perbatasan, pembentukan dan penguatan pos
perbatasan, penguatan patroli bersama antarnegara di perbatasan, dan rotasi
penempatan pasukan perbatasan. Untuk meningkatkan stabilitas keamanan di
wilayah perbatasan serta mencegah terjadinya pelanggaran, maka dikembangkan
wilayah perbatasan dengan pendekatan keamanan untuk mendukung pembangunan
kesejahteraan.
b. Pembangunan Wilayah Perbatasan
Dalam
upaya berjalannya sebuah proses pembangunan, terdapat empat prinsip yang harus
dipenuhi yaitu: Equity, Efisiensi, Efektifitas, dan Keberlanjutan. Dalam bahasan
pembangunan wilayah perbatasan, jelas prinsip yang sangat berisiko tidak dapat
atau sulit dipenuhi adalah prinsip pemerataan (equity) karena langsung terkait pada obyek dan subyek pembangunan
yaitu wilayah, kelompok masyarakat dan individu-individu. Di sisi lain, prinsip
efisiensi, efektifitas dan keberlanjutan lebih banyak berkaitan dengan proses
pelaksanaan program dan proyek pembangunan. Karenanya kebijakan dan strategi
pembangunan wilayah perbatasan harus berfokus pada prinsip pertama yaitu
pemerataan dimana seperti halnya wilayah non-perbatasan, pembangunan yang lebih merata
diberbagai aspek kehidupan juga merupakan hak bagi wilayah perbatasan yang
harus dibarengi dengan pemenuhan kewajiban-kewajibannya oleh wilayah perbatasan
sebagai komitmennya dalam NKRI.
Wilayah
perbatasan merupakan kawasan khusus yang perlu dikelola dan dikembangkan dengan
konsep yang komprehensif untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi.
Sebagian besar kawasan perbatasan Indonesia merupakan kawasan tertinggal dengan
sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi yang terbatas.
Akibatnya, wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi daerah yang tidak
tersentuh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin, sehingga
secara ekonomi wilayah ini berorientasi kepada negara tetangga. Sebagai contoh
Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan di koridor perbatasannya
melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan dan terbukti memberikan
keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya.
Upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperbatasan dapat juga dilakukan melalui
peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mendorong pembangunan, dilakukan dengan
cara:
1) Membangun
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk memacu pertumbuhan kota-kota di
sepanjang perbatasan antarnegara. Dikembangkan kawasan industri, kawasan
komersial, pelabuhan bebas, dan kawasan permukiman disertai jaringan jalannya.
Terjalin hubungan dengan sentra-sentra produksi bahan baku (terutama di dalam
negeri) dan pasar atau pusat-pusat pertumbuhan di negara-negara tetangga. Harus
ada fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina dan keamanan (Customs, Immigration, Quarrantine, and Security /CIQS).
2) Membangun
kawasan agropolitan untuk pengembangan komoditas agribisnis. Berbentuk kawasan
sentra produksi tanaman pangan, perkebunan, dan lain-lain. Dalam pemasaran
hasil produksi diperlukan dukungan pelabuhan atau transportasi darat. Tenaga
kerja cukup memadai untuk pengembangan pertanian. Tersedianya prasarana seperti
angkutan perdesaan, irigasi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
agropolitan.
3) Mewujudkan Kawasan transito untuk mengantisipasi apabila
terjadi pergerakan arus barang dan jasa yang cukup tinggi. Di kawasan transito
harus ada pelabuhan untuk melayani dan memperlancar pergerakan arus barang dan
jasa, tersedia perhotelan dan penginapan, terdapat prasarana dan sarana yang
memadai seperti telekomunikasi, informasi, fasilitas kesehatan, sosial,
kebudayaan, hiburan, dan perkantoran. Untuk melakukan berbagai transaksi bisnis,
harus ada dukungan dari perbankan secara memadai.
4) Meningkatkan dan merealisasikan kerja sama bidang sosial
dan ekonomi antara Indonesia dan Malaysia (Sosek Malindo). Sosek Malindo
merupakan kerja sama bidang sosial ekonomi yang dilandasi oleh latar belakang
politis mengenai wilayah perbatasan Malaysia (Serawak dan Sabah) dengan
Indonesia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur). Secara struktural, Sosek
Malindo diketuai oleh General
Border Committee (GBC) di masing-masing negara dan
untuk Indonesia Ketua GBC adalah Panglima TNI. Di bawah GBC dibentuk kelompok
kerja (KK) Sosek Malindo tingkat propinsi yang bertujuan:
a) Menentukan
proyek-proyek pembangunan sosial ekonomi yang digunakan bersama.
b) Merumuskan
hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi di
wilayah perbatasan.
c) Melaksanakan
pertukaran informasi mengenai proyek-proyek pembangunan sosial ekonomi di
wilayah perbatasan bersama.
c. Peningkatan
keberpihakan terhadap kawasan perbatasan sebagai wilayah tertinggal menggunakan
pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang. Paradigma pengelolaan wilayah perbatasan di masa lalu
berbeda dengan paradigma saat ini. Di masa lalu pengelolaan kawasan perbatasan
menekanan pada aspek keamanan (security approach),
sedangkan saat ini dengan kondisi keamanan regional yang relatif stabil,
menyebabkan pengembangan kawasan perbatasan perlu menekankan pada aspek-aspek
lain di luar aspek keamanan seperti aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
lingkungan. Pengelolaan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat, meningkatkan sumber pendapatan negara, dan
mengejar ketertinggalan pembangunan dari wilayah negara tetangga maupun dari
daerah lain di Indonesia. karena itu, pengembangan kawasan perbatasan melalui
pendekatan kesejahteraan sekaligus keamanan secara serasi perlu dijadikan
landasan penyusunan program dan kegiatan di kawasan perbatasan pada masa
datang.
d. Percepatan
Pembangunan Kawasan Perbatasan dengan Menggunakan Pendekatan Kesejahteraan. Kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat merupakan masalah
utama di kawasan perbatasan. Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan di
masa lalu dan kecenderungan penggunaan pendekatan keamanan dalam pengelolaan
kawasan perbatasan yang menyebabkan minimnya sarana dan prasarana wilayah,
terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya kesejahteraan
masyarakat. Keterbatasan pelayanan publik di kawasan perbatasan menyebabkan
orientasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat ke wilayah negara tetangga. Untuk
memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh pelayanan
publik dan kesejahteraan sosial serta membuka keterisolasian wilayah, maka
diperlukan percepatan pembangunan di kawasan perbatasan dengan menggunakan
pendekatan kesejahteraan.
e. Pengakuan
terhadap hak adat /ulayat masyarakat.
Hak-hak ulayat masyarakat perbatasan yang berada di negara lain perlu diakui
dan diatur keberadaannya. Keberadaan tanah ulayat sesungguhnya memiliki
permasalahan administratif karena keberadaannya melintasi batas negara di dua
wilayah negara, namun demikian karena hak-hak ulayat ini secara tradisional
menjadi aset penghidupan sehari-hari masyarakat tersebut, maka keberadaannya
tidak dapat dihapuskan, namun sebaliknya perlu diakui dan diatur secara jelas.
Hak-hak masyarakat adat di kawasan perbatasan harus dilindungi dan diatur
keberadaannya. Tanpa adanya pengaturan yang tegas dalam perlindungan atas
hak-hak ulayat ini, segala upaya yang dilakukan akan menjadi bibit permasalahan
baru di kemudian hari. Karena itu, pengakomodasian dan pengaturan hak adat
kedalam regulasi dan peraturan yang berlaku sangatlah penting. Selain itu,
diperlukan penguatan kelembagaan adat yang ada serta kerja sama dengan negara
tetangga agar permasalahan terkait dengan hak-hak adat masyarakat adat di
wilayah perbatasan dapat dikelola dengan baik.
f. Mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung
secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan. Beberapa wilayah perbatasan memiliki potensi ekonomi yang
dapat dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan bagi kawasan sekitarnya, termasuk
wilayah bagian dalam (hinterland) wilayah perbatasan. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
tersebut dikembangkan secara selektif dan bertahap dengan memperhatikan
perencanaan yang sama dengan negara tetangga serta sesuai kebutuhan pasar
regional. Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu upaya
peningkatan pendapatan negara dan daerah melalui kegiatan kerja sama
perdagangan antar kedua negara di daerah perbatasan yang selama ini lebih
banyak dilakukan secara illegal
sehingga pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tidak dapat mengawasi dan mengendalikannya.
g. Melakukan
Pemberdayaan Masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat di wilayah perbatasan sangat diperlukan dalam rangka menanggulangi
kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan sosial masyarakat dalam segala aspek jasmani, rohani, dan sosial. Oleh
karena itu, pemberdayaan masyarakat selain dilakukan melalui subsidi,
pendidikan dan penyuluhan, juga harus diiringi dengan penyediaan infrastruktur
dasar seperti penyediaan pemukiman layak huni, air bersih, dan listrik serta
prasarana pendukung yang harus tersedia adalah jalan dan alat transportasi dan
tempat kegiatan usaha yang sesuai dengan sumber daya yang tersedia di
lingkungannya. Untuk masyarakat di wilayah
terisolir seperti di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat perlu subsidi bahan
makanan pokok dan keperluan sehari-hari untuk mengurangi ketergantungan dari
wilayah Malaysia dan terhindar dari tingginya harga.
h. Meningkatkan
Kualitas SDM. Pembangunan sarana dan prasarana
sosial seperti sekolah dan pusat kesehatan perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas SDM masyarakat di perbatasan. Kualitas sarana dan prasarana sosial
tersebut perlu dibangun lebih baik, dibandingkan dengan fasilitas di wilayah
perbatasan negara tetangga, sehingga masyarakat termotivasi untuk bersekolah
dan berobat di wilayah NKRI. Pemerintah pusat dan daerah menjadikan skala
prioritas untuk meningkatkan secara kuantitas dan kualitas pembangunan sarana
dan prasarana sosial tersebut. Termasuk sarana dan prasarana olah raga agar
masyarakat tetap sehat dan mampu mengukir prestasi dari pedalaman Kalimantan
ditingkat daerah, nasional maupun internasional.
i. Meningkatkan
sarana dan prasarana keamanan perbatasan yang berbasis tekhnologi informasi. Pengawasan dan patroli keamanan oleh aparat di wilayah
perbatasan masih terbatas. Hal ini, selain disebabkan oleh kondisi geografis
wilayah perbatasan Kalimantan yang sangat luas, juga disebabkan oleh
terbatasnya jumlah aparat serta sarana dan prasarana yang ada bila dihadapkan
dengan luasnya wilayah perbatasan yang harus dijaga, misalnya pos-pos keamanan
di darat dan kapal patroli. Pembangunan pos-pos keamanan di sepanjang
perbatasan serta patroli keamanan di wilayah perbatasan perlu ditingkatkan
mengingat semakin banyaknya pelanggaran berupa kegiatan illegal di kawasan perbatasan. Di kawasan perbatasan darat misalnya,
praktek illegal
logging dan penyelundupan masih sering
terjadi, sementara kawasan perbatasan laut terjadi pencurian ikan dan
pelanggaran batas. Peningkatan sarana dan prasarana berbasis tekhnologi informasi akan membantu sistem pengawasan perbatasan sehingga
penegakkan hukum dapat dilaksanakan tanpa pandang bulu.
j. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah dan
Masyarakat. Keterlibatan masyarakat dan
pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan kawasan perbatasan sangat
penting. Seiring dengan pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan wilayah
perbatasan sejauh mungkin dilakukan oleh pemerintah daerah. Namun kondisi
kelembagaan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat di beberapa wilayah
perbatasan perlu ditingkatkan. Untuk itu program peningkatan dan pengembangan
kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk lembaga adat, sangat
membantu proses pengembangan partisipatif ini.
k. Meningkatkan Wawasan Kebangsaan. Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan dan
bersebelahan secara langsung dengan wilayah Malaysia pada umumnya memiliki
orientasi sosial ekonomi yang berkiblat kepada wilayah Malaysia tersebut. Penggunaan
alat tukar dan akses informasi serta komunikasi nasional yang terbatas,
dikhawatirkan dalam jangka panjang akan melunturkan rasa kebangsaan dan bela
negara masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dan pemerintah daerah perlu
meningkatkan upaya sosialisasi terkait peningkatan wawasan kebangsaan. Program
sosialisasi ini perlu diselaraskan dengan program penyediaan sarana dan
prasarana komunikasi.
5. Penutup.
Melalui
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia diperbatasan apabila dapat
direalisasikan maka rasa cinta terhadap tanah air akan tetap melekat dalam
sanubari setiap anak bangsa yang bertempat tingga diwilayah perbatasan
tersebut. Semua akan dapat diwujudkan apabila ada kepedulian dari seluruh
komponen bangsa dan melibatkan unsur-unsur terkait sebagai aparatur
pemerintahan di pusat dan daerah termasuk prajurit-prajurit Kodam
VI/Tanjungpura yang memiliki tugas pokok menjaga kedaulatan NKRI dan melindungi
segenap bangsa diwilayah Kalimantan, selanjutnya dijabarkan dalam tugas pengamanan
perbatasan, pemberdayaan wilayah pertahanan dan tugas bantuan kemanusiaan.
Kalau tidak dimulai dari sekarang kapan lagi? Semoga bermanfaat untuk kita
semua.
Ditulis Oleh:
Kolonel Inf Dody Usodo Hargo.S,S.Ip.
Asisten Operasi Kasdam VI/Tanjungpura
Kolonel Inf Dody Usodo Hargo.S,S.Ip.
Asisten Operasi Kasdam VI/Tanjungpura
Sumber :
http://www.kodam-tanjungpura.mil.id/index.php?option=com_content&task=view&id=55&Itemid=65
Comments
Post a Comment