Pendapat saya Tentang DAMPAK ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)
Latar Belakang ASEAN Free
Trade Area (AFTA)
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta
serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konperensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA
ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008),
kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi
tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential
Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1
mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Pada perkembangannya terakhir
muncullah kesepakatan baru yaitu antara China dan negara anggota ASEAN dalam
kerjasama perdangangan bebas dengan tafif 0 % hingga 5 %. Dengan kerjasama itu
terbentuklah “AFTA ASEAN-China” di mana berlaku di Indonesia
mulai 1 Januari 2010 yang lalu. Dengan adanya perjanjian dan
kerjasama AFTA ASEAN-China, Indonesia dituntut untuk lebih aktif dan cepat
merespon agenda tersebut. Kerena kesiapan Indonesia dalam menghadapi kerjasama
tersebut masih minim walaupun di lain sisi sudah siap menghadapi AFTA
ASEAN-China. Oleh karena itu, apakah dengan AFTA
ASEAN-China Indonesia dapat meraih keuntungan dan dampak yang cukup signifukan
atau justru menanggung kerugian karena ketidaksiapannya?.
Pengertian AFTA
ASEAN-China
AFTA ASEAN-China adalah bentuk dari
kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN dan China yang berupa
kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil
melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tariff
(bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN
dan Cnina.
AFTA ASEAN-China terbentuk karena
adanya kerjasama perdagangan antara China dan Negara anggaota ASEAN. Dan pada
awalnya AFTA sendiri disepakati pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura, yang terdiri dari enam negara yang
menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung dalam AFTA tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997, kemudian Kamboja pada tahun 1999. Dan sekarang lebih luas di tambah dengan satu negara lagi
yaitu China. Dengan berbagai upaya dan persiapan yang dilakukan akhirnya negeri
tirai bambu itu bergabung dengan AFTA ASEAN. Oleh sebab itulah, muncullah
istilah baru yaitu “AFTA ASEAN-China”.
Adapun dasar hukum dari AFTA
ASEAN-China adalah sebagai berikut:
- Keputusan yang dibuat oleh para kepala negara/ pemerintahan ASEAN dan China untuk membentuk ‘Kerangka kerja mengenai kerjasama ekonomi dan pendirian suatu kawasan perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Area/ACFTA)” pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China di Bandar Seri Begawan, Brunei pada tanggal 6 Nopember 2001 Penandatanganan “Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Anggota ASEAN dan Republik Rakyat China” di Phnom Penh, kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002.
- Diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement On The Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association of South East Asian Nations and The People’s Republic of China (Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Pemerintah Negara-Negara Anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Korea).
Tujuan AFTA ASEAN-China
Beberapa tujuan diadakannya AFTA
ASEAN-China adalah sebagai berikut:
- Menjadikan kawasan ASEAN-China sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN-China memiliki daya saing kuat di pasar global.
- Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
- Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN dan China (intra-ASEAN Trade and China).
- 3. Manfaat, Ancaman, dan Tantangan AFTA ASEAN-China
Manfaat:
- Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam.
- Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha atau produksi Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari Negara anggota ASEAN lainya dan termasuk biaya ASEAN lainya
- Pilihan konsumen atas jenis atau ragam produk yang tersedia di pasar domestic semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu
- Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di Negara anggota ASEAN lainnya.
Ancaman:
AFTA-China yang diberlakukan di
tahun 2010 ini bisa menjadi ancaman jika kondisi pelaku usaha dalam negeri
khususnya usaha kecil dan menengah belum memiliki kwalitas dan kemampuan dalam
hal memasarkan produk mereka, lebih detailnya untuk pelaku usaha kecil di
Indonesia masih banyak yang tidak memiliki kemampuan akan produk mereka,
bagaimana pelaku usaha kecil dan menengah di Indonesia bisa memiliki produk
yang berkwalitas dan di jual dengan harga murah seperti halnya produk China.
Tantangan:
Dengan adanya pasar bebas ini bagi
sebagian kalangan dunia usaha, khususnya untuk mereka yang memiliki usaha yang
memiliki kwalitas dan manajemen yang baik, dengan adanya pasar bebas ini bisa
dijadikan tantangan bagi pelaku dunia usaha bagaimana mereka bisa bersaing
secara sehat dengan produk-produk dari China sehingga pelaku usaha akan semakin
menjadikan pasar bebas ini menjadi semangat dan modal untuk memotivasi mereka
untuk selalu meningkatkan kwalitas dan harga produk mereka sehingga bisa
terjangkau oleh konsumen.
Dengan adanya dua hal tersebut
diatas sangatlah nyata bahwa dengan adanya pasar bebas ini termasuk ancaman
atau tantangan tergantung dari kesiapan atau tidak kesiapanya pelaku usaha kita
di dalam negeri. Karena ketika pelaku Usaha dalam negeri sudah kuat dna
memiliki kwalitas terbaik dan dengan harga yang murah dan terjangkau pasar
bebas ini tidak perlu dikhawatirkan
Kriteria Suatu Produk
Untuk Menikmati Konsesi CEPT
- Produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal.
- Memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%.
- Produk harus disertai Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
Mekanisme AFTA ASEAN-China
Mekanisme utama untuk mencapai
tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT) yang
bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN dan China
yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai
tarif hanya 0-5 %. Anggota ASEAN dan China mempunyai tiga pengecualian CEPT
dalam tiga kategori :
- pengecualian sementara,
- produk pertanian yang sensitive, dan
- pengecualian umum lainnya.
stilah-Istilah Dalam AFTA ASEAN-China
Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN
apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1
Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat
tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.
CEPT Produk List
Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan
produk yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
- Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
- Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara
dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya
serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang
diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya
beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk
tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka
waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL
pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015,
serta Kamboja pada tahun 2017.
General Exception (GE) List : daftar yang
memuat cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke
dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional,
keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian
objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement).
Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE
List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.
Apa Dampak AFTA ASEAN-China pada Perekonomian Indonesia dan
Persoalan Apa yang Dihadapi ?
Ada banyak dampak suatu perjanjian
perdagangan bebas atau AFTA ASEAN-China, antara lain spesialisasi dan
peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat
memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan
barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara teoritis, perdagangan bebas
antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan
komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama)
akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan
mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya, negara kedua akan
memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan
akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi
secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil
spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih
efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua negara
tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut
memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).
Saat ini AFTA ASEAN-China sudah
hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas
tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN dan China secara
berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 0-5 persen
dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential
Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 dan China (Brunei, Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand)
Sesuai dengan teori yang dibahas di
atas, AFTA ASEAN-China tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan
antarnegara ASEAN dan China secara signifikan. Ekspor China ke ASEAN, misalnya,
ke Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Sementara itu, ekspor
Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan dalam kurun
waktu yang sama. Dan begitu juga antar negara anggota ASEAN dan China.
Adanya AFTA ASEAN-China telah
memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN dan China untuk memasarkan
produk-produk mereka di pasar ASEAN dan China dibandingkan dengan negara-negara
non-ASEAN.
Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor
negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah
meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar
ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar
negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen.
Berbeda dengan anggapan kita selama
ini bahwa ternyata daya penetrasi produk-produk China di Indonesia tidak
setinggi daya penetrasi produk-produk negara ASEAN. Pada tahun 2001 China
menguasai sekitar 6,0 persen dari total impor Indonesia. Pada tahun 2005 baru
mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar negara-negara
ASEAN. Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih menguasai pasar
Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.
Sebaliknya, berbeda dengan
negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum terlalu diperhatikan potensi
pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti Jepang
dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke
negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan sejak
AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di
Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8
persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya.
Produsen internasional tidak harus
mempunyai pabrik di setiap negara untuk dapat menyuplai produknya ke
negara-negara tersebut. Produsen internasional dapat memilih satu negara di
kawasan ini untuk dijadikan basis produksinya dan memenuhi permintaan produknya
di negara di sekitarnya dari negara basis tersebut. Turunnya tarif impor
antarnegara ASEAN dan China membuat kegiatan ekspor-impor antarnegara
ASEAN-China menjadi relatif lebih murah dari sebelumnya. Tentunya negara yang
dipilih sebagai negara basis suatu produk adalah yang dianggap dapat membuat
produk tersebut dengan lebih efisien (spesialisasi).
Negara-negara di kawasan ini
tentunya berebut untuk dapat menjadi pusat produksi untuk melayani pasar ASEAN
dan China karena semakin banyak perusahaan yang memilih negara tersebut untuk
dijadikan pusat produksi, akan semakin banyak lapangan kerja yang tersedia.
Sayangnya, Indonesia tampaknya masih tertinggal dalam menciptakan daya tarik
untuk dijadikan pusat produksi.
Adapun dampak dari AFTA ASEAN-China
pada perekonomian Indonesia adalah
- Menyengsarakan dan menghancurkan industri manufaktur / pabrikan lokal akan terancam tutup karena tidak mampu bersaing dengan produk-produk lokal, khususnya China.
- Meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan karena menurunnya kinerja industri manufaktur nasional. (Ekonom Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga Hendrawan Supratikno)
- Menurunnya tingkat pendapatan perkapita masyarakat.
- Melemahkan pertumbuhan ekomomi Indonesia yang seharusnya 6 %, pada 2010 di perkirakan di bawa 5 %, maka stabilitas negara menurun. (Daniel Foxman, Director, Retail, and Shopper South Asia TNS (lembaga riset terkait industri dan ritel)
Apa Tujuan Indonesia dan
Kesianpannya Dalam Mengikuti AFTA ASEAN-China
Tujuan Indonesia Mengikuti AFTA
ASEAN-China?
Untuk Indonesia, kerjasama AFTA
ASEAN-China merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas
pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk
menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA ASEAN-China.
Upaya ke arah itu, nampaknya masih
memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius dari pemerintah maupun
para pelaku agrobisnis, mengingat beberapa komoditas pertanian Indonesia saat
ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada
persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan,
kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis
yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan dengan diberlakukannya
otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat menjadi salah satu
dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga lebih kompetitif
di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus memberikan dampak
positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan
pembangunan daerah.
Secara umum, situasi ekonomi
Indonesia sangat sulit. Perdagangan Indonesia melemah, baik dalam kegiatan
ekspor maupun impor. Kondisi ekonomi makro ditambah stabilitas politik yang
tidak mantab serta penegakan hukum dan keamanan yang buruk ikut mempengaruhi
daya saing kita dalam perdagangan dunia.
Memang, secara umum, beberapa produk
kita siap berkompetisi. Misalnya, minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat
listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Tetapi, banyak pula yang akan tertekan
berat memasuki AFTA ASEAN-China. Di antaranya, produk otomotif, teknologi
informasi, dan produk pertanian.
Dalam AFTA ASEAN-China, peran negara
dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme
tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas. Karena itu, diperlukan
perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan
yang mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing.
Tidak saja secara nasional atau regional dalam AFTA ASEAN-China, namun juga
secara global. Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan,
dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Kesiapan Indonesia Mengikuti AFTA ASEAN-China?
Infrastruktur dan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi AFTA ASEAN-China atau
pasar bebas ASEAN-China. “Kita semua tahu bagaimana kualitas SDM dan
infrastruktur kita?” kata pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda
Pakpahan, di Jakarta. Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat
potensial untuk memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena
tidak adanya lagi pembatasan kuota produk.
Namun, bagi Indonesia bukan melulu
keuntungan, sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak
mempersiapkan SDM dan infrastruktur dalam negeri. Dampak terburuk justru
mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem dan pedagang
kecil. Saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di ASEAN di
luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, dan
China).
Selain SDM, infrastruktur di tanah
air juga belum mendukung untuk menghadapi AFTA. Indonesia harus bisa menjadi
pengelola atau tidak melulu menjadi broker atau mediator dalam perdagangan
bebas. Agenda terdekat menjelang era pasar bebas, Indonesia harus bisa
membenahi dan menyelesaikan kepemimpinan nasional, mewujudkan “good
corporate governance“, dan membenahi birokrasi sekaligus memberantas
korupsi.
Yang harus dilakukan Indonesia agar
dapat dengan baik menghadapi AFTA ASEAN China dan dapat bersaing dengan
Negara-negara lain di dalamnya adala
Pemantapan Organisasi Pelaksanaan AFTA
AFTA sebagai suatu kegiatan baru
dalam kerjasama ASEAN dan China harus didukung oleh struktur organisasi yang
kuat agar pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Struktur
organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus dilaksanakan dengan
baik, adil dan terarah sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan merata.
Juga diperlukan pengawasan yang ketat untuk menjaga agar jangan sampai terjadi
kecurangan dalam pelaksanaan perdagangan yang akan merugikan negara tertentu.
Promosi dan Penetrasi Pasar
Kenyataan menunjukkan bahwa volume
perdagangan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, adalah
nomor dua terkecil setelah Filipina, sedangkan volume perdagangan Indoensia
dengan Singapura hanya 5,1 persen dari seluruh perdagangan intra-ASEAN. Keadaan
tersebut terutama disebabkan oleh komoditas ekspor Indonesia belum banyak
dikenal oleh negara-negara ASEAN. Karena itu, keikutsertaan dalam pameran
perdagangan internasional perlu ditingkatkan. Peningkatan kunjungan dagang
sangat besar pula artinya dalam melakukan promosi dan penetrasi pasar hasil
produksi Indonesia
Peningkatan Efisiensi Produksi Dalam Negeri
Untuk meningkatkan efisiensi
produksi dalam negeri, perlu diciptakan kondisi persaingan yang sehat di antara
sesama pengusaha agar tidak terdapat “distorsi harga” bahan baku. Di samping
itu, biaya-biaya non produksi secara keseluruhan dapat ditekan. Dalam kaitan
ini, kebijakan deregulasi yang telah dijalankan Pemerintah sejak beberapa tahun
yang lalu perlu terus dilanjutkan dan diperluas kepada sektor-sektor riil yang
langsung mempengaruhi kegiatan produksi dan selanjutnya perlu diusahakan agar
pemberian fasilitas-fasilitas yang cenderung menciptakan kondisi monopoli dalam
pengelolaan usaha perlu dihilangkan.
Peningkatan Kualitas Sumberdaya
Manusia
Kualitas sumberdaya manusia Indonesia
masih jauh lebih rendah dibandingkan kualitas sumberdaya manusia negara ASEAN
lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi AFTA ASEAN-China, usaha-usaha
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perlu lebih ditingkatkan dengan
mengembangkan sekolah kejuruan dan politeknik di masa mendatang.
Perlindungan Terhadap Industri Kecil
Pelaksanaan AFTA ASEAN-China akan
mengakibatkan tingginya tingkat persaingan, sehingga hanya perusahaan besar
yang mampu terus berkembang. Perusahaan besar tersebut di-perkirakan terus
menekan industri kecil yang pada umumnya kurang mampu bersaing dengan para
konglomerat. Untuk melindungi industri kecil tersebut, perlu diwujudkan sebuah
undang-undang anti monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu perusahaan-perusahaan
berskala ke
Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor
Pertanian
Dalam upaya meningkatkan peran
ekspor sektor pertanian, perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu
bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Pengembangan
produk-produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling
terkait serta membentuk suatu sistem agribisnis yang terdiri dari sistem pra
produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran (Kartasasmita, 1996).
E. Kesimpulan
AFTA ASEAN-China adalah bentuk dari
Free Trade Area di kawasan Asia Tenggara dan China merupakan kerjasama regional
dalam bidang ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di
antara negara anggota melalui penurunan tarif beberapa komoditas tertentu,
termasuk di dalamnya beberapa komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5
persen. Inti AFTA ASEAN-China adalah CEPT (Common Effective Preferential
Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN dan
China yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan
dikenai tarif hanya 0-5 %.
Indonesia sebagai Negara yang
menyetujui AFTA ASEAN-China, yang sudah masuk ke dalam era perdagangan bebas,
sehingga bangsa ini bersaing dengan bangsa-bangsa ASEAN lainnya dan juga China.
Dengan kondisi bangsa Indonesia dan perekonomian Indonesia saat ini, Indonesia
dapat dikatakan masih belum siap dalam menghadapi persaingan global. Sumber
daya manusia Indonesia dengan masih banyaknya masyarakat dengan tingkat pendidikan
dan keahlian yang minim membuat Indonesia diprediksikan akan kalah dalam
persaingan. Situasi politik dan hukum di Indonesia yang amat sangat tidak pasti
juga menambah jumlah nilai minus Indonesia dalam menghadapi AFTA ASEAN-China.
Seperti; banyaknya industri yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing yang
menyebabkan phk dan pengangguran berdampak pada pendapatan perkapita masyarakat
dan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
Walaupun terdapat dampak negatif
dari AFTA ASEAN-China. Indonesia juga diuntungkan dengan melakukan free export
ke negara-negara ASEAN dan China, Seperti; minyak kelapa sawit, tekstil,
alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Selain itu juga, kita bisa
meningkatkan investasi lokal yang secara tidak langsung dapat meningkatkan
tenaga kerja dan mengurangi pengangguran dengan berdirinya produk-produk baru.
Saran
- Kepada pemerintah lebih memperhatikan keberadaan industri-industri/usaha kecil dan menengah (UKM).
- Kepada pemerintah untuk mempertimbangkan besarnya manfaat dan kerugian dalam AFTA ASEAN-China dan menyeleksi produk-produk lokal.
- Kepada para pengusaha agar tetap optimis bersaing dengan produk-produk lokal dan meningkatkan kualitas produknya.
Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai perdagangan bebas ASEAN-China tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Perdagangan bebas antara ASEAN-China
lebih banyak memberikan dampak negative bagi perekonomian Indonesia, Dan ini
secara langsung berdampak pada para pelaku usaha.
2.Membanjirnya produk dari China
dengan harga yang terjangkau dan tentu kualitasnya tidak berbeda dengan produk
local, maka masyarakat kita lebih memilih produk impor dari china daripada
produk local, hal ini meresahkan para pelaku usaha industri kecil menengah (IKM)
karena dikhawatirkan produknya tidak laku di negara sendiri.
3. Melihat kondisi pendapatan
masyarakat, tentu merupakan kegembiraan tersendiri dengan adanya produk murah
asal China. Masyarakat dengan mudah bisa membeli barang-barang murah sesuai
kemampuan kantong masyarakat ketimbang produk buatan dalam negeri yang relatif
lebih mahal.
4.Kebijakan CAFTA perlu dikaji ulang
oleh pemerintah supaya dampaknya tidak mengancam keselamatan industri dalam
negeri.
5.Kebijakan tersebut perlu diarahkan pada perbaikan ekonomi rakyat, guna menciptakan masyarakat makmur dan sejahtera, sehingga perdagangan bebas ASEAN-China juga dapat memberikan dampak positif bagi para pelaku usaha dan perekonomian Indonesia.
6.
terbukanya semua pintu pelabuhan di Indonesia membuat produk impor khususnya
dari china gampang beredar luas ke pasar lokal
pendapat saya mengenai perdangan china - ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah indonesia perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas barang ekspor mereka agar tidak kalah saing dengan cina, pemerintah harus mendorong pengusaha kecil agar produk mereka di beli oleh masyarakat indonesia dan tidak membeli produk china. dan semua pelabuhan di indonesia tidak boleh di buka harus satu saja yang di buka agar barang import beredar di pasar tidak banyak.
Sumber materi
2. http://www.kompas.com
5.
http://www.danareksa-research.co
Comments
Post a Comment