Tugas 3 softskill Perekonomian Indonesia



Harga Bawang Meroket: Penyebab dan Solusinya

Para ibu menjerit dan pasrah melihat pergerakan harga bawang merah dan putih yang terus terkerek naik.  Bagaimana tidak menjerit, kalo harga bawang per buah Rp. 3000,-?  Sepertinya penderitaan masyarakat Indonesia tiada habisnya.  Setelah didera dengan harga daging yang meroket, kemudian disusul dengan harga kedelai yang setali tiga uang.  Mengapa hal ini bisa terjadi dalam sistem ekonomi negara ini?

Kondisi Per-Bawang-an Indonesia
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Yasin Taufik, seharusnya produksi bawang merah di Indonesia aman. Saat ini, bawang merah itu sudah swasembada, jumlah produksinya mencapai satu juta ton per tahun.  Kondisi konsumsi bawang merah masyarakat kita sebesar 2,5 kilogram per kapita. Kalau dikalikan 250 juta penduduk, jumlahnya 650.000 ton, sehingga jumlah bawang merah masih tersisa 350.000 ton.  Jadi seharusnya stok bawang merah kita aman.  Saat ini, pembagian untuk bawang merah itu 90 persen produk dalam negeri dan 10 persen impor.
Sementara itu, untuk kebutuhan bawang putih di Indonesia mencapai 1,36 kg per kapita per tahun dan dikalikan 250 juta penduduk sama dengan 330.000 ton per tahunnya. Pembagiannya, justru 10 persen produk dalam negeri dan 90 persen impor.  Lalu bagaimana bawang bisa tiba-tiba meroket tidak terkendali?

 Penyebab Meroketnya Harga Bawang
Terjadinya kenaikan harga bawang akhir-akhir ini terjadi diduga akibat beberapa hal yang tidak logis, di antaranya: pertama, adanya sistem perdagangan kartel termasuk peran spekulan yang mempermainkan komoditas tersebut; kedua, Tersendatnya masalah distribusi; ketiga, masalah produksi bawang itu sendiri (mulai dari kondisi iklim, gagal panen, dll).
Meroketnya harga bawang muncul setelah  kebijakan pembatasan impor produk hortikultura di Indonesia.  Kita ketahui bersama bahwa sejak Januari hingga Juni 2013 nanti, Pemerintah mulai melakukan Pembatasan impor berbagai komoditas yang diawali dengan pembatasan 13 komoditas hortikultura di antaranya kentang, kubis, wortel  dan cabai, pembatasan impor juga akan diberlakukan terhadap berbagai komoditas lain secara bergantian.
Kebijakan tersebut menuai protes dari berbagai kalangan terutama negara-negara eksportir. Namun pemerintah tetap memberlakukan kebijakan tersebut dengan alasan melindungi petani dan produk dalam negeri serta tidak terus bergantung pada impor. Wakil ketua umum dewan pimpinan pusat Himpunan Kerukunan Tani (HKTI), Rahmat Pambudi menilai, sebelum pemerintah berhasil menjaga stok berbagai komoditas hingga mencukupi, sebaiknya impor tidak dibatasi. Ia menegaskan pemerintah harus segera membenahi strategi agar persoalan pangan dalam negeri tidak terus bermasalah yang disebabkan berbagai hal termasuk terbatasnya stok.
Sementara Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PKS, Hb. Nabiel Al-Musawa meminta Pemerintah untuk menyiapkan solusi dan langkah-langkah guna mengatasi permasalahan kelangkaan dan kenaikan harga.  Ada dua langkah yang bisa ditempuh, yaitu langkah jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek pemerintah harus melakukan intervensi dan operasi pasar, serta membongkar dan menindak tegas spekulan yang mengambil untung dibalik kenaikan harga bawang banyak importir bodong yang tidak semestinya dapat kuota dan menjual-belikan kuota impor sedangkan  solusi jangka panjangnya, maka swasembada bawang melalui penyediaan lahan harus terus diupayakan, karena permasalahan kita untuk bisa swasembada produk pertanian terkendala ketersediaan lahan, ujarnya.

Dari kondisi tersebut, ini memungkinkan terjadinya permainan para spekulan bawang.  Praktek kartel dalam komoditas impor bawang putih dan bawang merah menyebabkan harga bawang melonjak. Hal ini dapat diamati dari data Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), bahwa 50 persen kuota impor bawang putih dikuasai kartel atau asosiasi 21 perusahaan dari 131 perusahaan yang mendapatkan izin RIPH. Sistem pedagang kartel, dimulai saat pedagang menyembunyikan bawang, lalu bandar mencari barang untuk dijual pada distributor kemudian pada pengecer.  Selain kartel bawang, muncul dugaan adanya permainan spekulan dalam komoditas bawang, karena pelaku paham situasi pasar, sehingga kapan tarik dan kapan ulur tahu persis.

Kesalahan kebijakan dan berbelitnya aturan main yang dibuat pemerintah dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat. Mentan Suswono mengakui pemerintah terlambat mengeluarkan RIPH. Sehingga importir tak bisa memasukkan bawang putih ke dalam negeri. Kok bisa? Masih menurut Mentan, semestinya daftar importir sudah masuk semenjak bulan Desember, karena ada sekitar 3.300 dokumen yang harus ditandatangani Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) untuk setiap komoditas yang diimpor. Di sisi lain Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyalahkan ketidak-mampuan pemerintah dalam menangani praktek kartel atau monopoli pasar dari sekelompok pengusaha, sengaja menimbun stok barang agar harganya melambung.
Maksud pemerintah untuk membatasi kuota impor agar menjadi insentif pendukung swasembada merupakan kebijakan yang baik dan pro terhadap rakyat.  Namun, kebijakan tersebut juga harus didukung dengan kesiapan daerah-daerah yang menjadi sentra produksi bawang. Dukungan itu, mulai dari ketersediaan lahan, sarana produksi (irigasi, pupuk, dll), akses jalan produksi, dan beberapa prasarana lainnya. Untuk bawang putih, tidak semua tempat cocok untuk menanam bawang putih. Memang kebijakan untuk wujudkan swasembada harus dilakukan! Namun bila dilakukan tanpa menyiapkan diri tentu akan berakibat fatal pada banyak aspek kehidupan masyarakat.
Dengan terkereknya harga bawang, apakah petani bawang diuntungkan? Tidak juga. Karena kenaikan bawang ini memicu inflasi. Harga semua barang kebutuhan pokok ikut naik. Bahkan pemerintah pun repot karena harus menjaga agar tingkat inflasi tidak mempengaruhi tingkat suku bunga. bila tidak maka ekonomi negara tidak lagi stabil.
Inilah kebijakan yang pragmatis dari hukum buatan manusia yang menghasilkan kontradiktif, rentan kepentingan pihak-pihak tertentu dan tidak mampu menyelesaikan masalah secara tuntas. Dan ini merupakan konsekuensi, kalo kita menerapkan sistem ekonomi kapitalistik.  Karena itu perlu ada kebijakan yang muncul dari sistem yang utuh yaitu sistem ekonomi islam yang melahirkan politik ekonomi dan turunnya di bidang pertanian adalah Politik Pertanian dalam Islam.

Politik Pertanian dan Politik Ekonomi dalam Sistem Islam
Di dalam Pemerintahan Khilafah yang menjadi perhatian pemerintah dalam menjaga dan meningkatakan ketahanan pangan adalah dengan meningkatkan atau memperkuatPolitik pertanian
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa memakmurkan (mengelola) tanah yang tidak menjadi milik siapa pun, maka dia berhak atas tanah tersebut.” (Hr. Bukhari)
Agar lebih strategis, kebijakan politik pertanian ini harus disenergiskan dengan strategi politik industri. Syekh Al Maliki menyebutkan, politik industri ditegakkan untuk menjadikan suatu negara sebagai negara industri. Sedang untuk menjadi negara industri ditempuh satu jalan saja, yakni dengan menciptakan industri alat-alat (industri penghasil mesin) terlebih dahulu.Termasuk peralatan mesin mekanisasi pertanian.Selama berbagai peralatan pertanian kita masih tergantung pada Barat, selamanya pula Barat terus memiliki kesempatan untuk mendikte dan menghegemoni kita.
Realitas menunjukkan harga dapat saja merangkak.  Dalam situasi demikian, tidaklah mengherankan rakyat kecil banyak yang menjerit.  Karenanya, politik pertanian ini dalam kenyataannya harus dipadukan dengan politik ekonomi.  Dalam politik ekonomi Islam, kebutuhan pokok setiap individu dijamin kebutuhannya, sementara untuk kebutuhan sekunder dan tersier pemerintah menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan siapapun memenuhinya sesuai dengan kesanggupan. Artinya, kebutuhan akan pangan (sembilan bahan pokok), sandang dan papan setiap individu-individu masyarakat dijamin mendapatkannya. Ketika mereka secara individual tidak dapat memenuhinya, keluarganya pun tidak dapat menolong, maka pada saat demikian pemerintah harus langsung turun tangan.Tidak boleh ada seorang penduduk pun yang kelaparan dan tinggal di emper jalanan.Bila hal itu terjadi maka yang bertanggung jawab adalah pemerintah.
Rasulullah SAW sebagai kepala negara telah mengalihkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok rakyat ke pundaknya jika orang-orang yang wajib memenuhinya itu tidak mampu. Beliau bersabda: “Oleh karena itu, jika seorang mukmin meninggal serta meninggalkan warisan, silakan orang-orang yang berhak memperoleh warisan itu mengambilnya. Namun, jika ia meninggal sembari meninggalkan hutang atau keluarganya yang terlantar maka hendaklah mereka datang kepadaku (sebagai kepala negara) sebab aku adalah penanggungjawabnya” (HR. As-Habus Sittah).

A. Kebijakan sektor pertanian.
Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam As Sisayah Al iqtishadi al mustla, mengungkapkan beberapa kebijakan khalifah mengarahkan sumberdaya yang mencukupi untuk  Peningkatan produksi pertanian.  Kebijakan di sektor produksi primer ditujukan untuk menjamin ketersediaan pangan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi ditempuh dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan serta menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien di kalangan petani. Untuk menjamin hal tersebut Negara Khilafah harus menyediakan modal secara gratis bagi yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya. Dengan cara ini petani-petani yang tidak mampu tidak akan terbebani untuk mengembalikan utang.
Adapun Ekstensifikasi dilakukan untuk mendukung perluasan lahan pertanian. Negara Khilafah akan mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya. Negara Khilafah juga akan memberikan tanah secara cuma-cuma (iqtha’) kepada orang yang mampu dan mau bertani namun tidak memiliki lahan pertanian atau memiliki lahan pertanian yang sempit. Bahkan Negara Khilafah akan memaksa siapa saja yang memiliki lahan pertanian untuk mengolahnya. Jika mereka tidak mengolahnya selama lebih dari tiga tahun, maka tanah tersebut akan diambil dan diberikan kepada siapa saja yang mau mengolahnya.
Bahkan seorang pemilik tanah tidak boleh meyewakan tanah pertanian. Larangan penyewaan lahan pertanian secara ekonomi dapat dipahami sebagai upaya agar lahan pertanian dapat berfungsi secara optimal. Artinya seseorang yang mampu mengolah lahan harus memiliki lahan, sementara siapapun yang tidak mampu dan tidak mau mengolah lahan tidak dibenarkan untuk menguasai lahan pertanian.
Untuk menjamin ketersediaan pangan, Negara Khilafah menerapkan kebijakan yang tegas untuk mencegah upaya konversi lahan pertanian menjadi lahan-lahan non pertanian. Adapun daerah kurang subur dapat diperuntukkan untuk lahan perumahan dan perindustrian.

B. Kebijakan di sektor Industri Pertanian
Di sektor industri pertanian, Negara Khilafah hanya mendorong berkembangnya sector non real saja. Sedangkan sector non-real yang diharamkan tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Kebijakan ini akan tercapai jika Negara bersikap adil dengan tidak memberikan hak-hak istimewa dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak tertentu, baik hak monopoli atau pemberian fasilitas khusus. Seluruh pelaku ekonomi akan diperlakukan secara sama.
Negara Khilafah hanya mengatur jenis komoditi dan sector industry apa saja yang boleh atau tidak boleh dibuat. Selanjutnya seleksi pasar akan berjalan seiring dengan berjalannya mekanisme pasar. Siapa saja berhak untuk menenangkan persaingan secara wajar dan adil. Tentunya, pelaku ekonomi yang memiliki kualitas dan profesionalitas tinggi yang akan dapat memenangkan persaiangan.
Industri pertanian akan tumbuh dengan baik jika sarana dan prasarana tersebut seperti tersediannya bahan baku industry pertanian, yakni bahan-bahan pertanian yang memadai dan harga yang layak, jaminan harga yang wajar dan menguntungkan serta berjalannya mekanisme pasar secara transparan serta tidak ada distorsi yang disebabkan oleh adanya kebijakan yang memihak. Selain itu, juga adanya prasarana jalan, pasar dan lembaga-lembaga pendukung lainnya seperti lembaga-lembaga pendukung lainnya seperti lembaga keuangan yang menyediakan modal bagi usaha sector industry pertanian. Semua ini diperlukan agar industry pertanian dapat tumbuh dengan baik.
Selain itu penjagaan kualitas produksi juga diperhatikan, mulai dari:
  1. Meningkatkan produksi bahan makanan.
    • Memberi makan penduduk yg terus bertambah
    • Menjauhkan bahaya kelaparan
    • Menjaga ketika ada embargo ekonomi akibat peperangan atau jihad
  2. Meningkatkan produksi Bahan bahan yang dibutuhkan untuk pakaian
    • Wool, kapas, rami dan sutra, karena termasuk kebutuhan primer harus disediakan Negara tidak boleh impor
    • Karena harus membayar dengan uang keras
  3. Meningkatkan produksi komoditi yang memiliki pasar luar negeri, Termasuk melakukan bioteknologi untuk bidang pertanian. Salah satunya adalah bioteknologi transgenik, yakni dengan menghasilkan varietas yang lebih unggul. Seperti;
    • Bahan Makanan, seperti biji-bijian (kacang, jagung, dll)
    • Bahan pakaian, Sutera, kapas dan
    • Buah-buahan
    • Infrastruktur, seperti : Jembatan, saluran air, sumur artesis, harus dibangun guna menunjang industri.

C. Kebijakan di sektor Perdagangan Hasil Pertanian.
Di sektor perdagangan, Negara Khilafah harus melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya distribusi yang adil melalui mekanisme pasar yang trasparan, tidak ada manipulasi, tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan bagi masyarakat.
Demikianlah pengaturan politik pertanian dalam system Negara khilafah. Terbukti berhasil mensejahterakan masyarakat selama berabad-abad. Bahkan mampu menjadikan Afrika sebagai kawasan surplus yang ironisnya saat ini menjadi kawasan yang tingkat kemiskinannya berada pada level sangat menakutkan.
Yang penting dan terus digalakkan bagi Negara adalah:
  • Bagi Orang/penduduk yang tidak modal, negara harus punya suatu grand strategi agar orang tersebut mampu mempunyai lahan dan mengembangkannya.
  • Sedangkan bagi Orang/penduduk yg tidak punya skill, terus didorong untuk ikut penyuluhan guna meningkatkan kualitas produksinya.
Dan bagi petani, harus diberikan kebebasan agar bisa menjual sesuai dengan kehendak. Hal ini sesuai dengan hadits mengenai Talaqqi Rukban, yaitu  kegiatan pedagang dengan cara menyongsong pedagang desa yang membawa barang dagangan di jalan (menuju pasar). Praktek ini juga termasuk makan harta dengan cara yang bathil, karena si pedagang desa tidak tahu harga pasar yang sesungguhnya.
Sebagaimana  hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa: “Rasulullah Saw melarang menyongsong (mencegat) pedagang sebelum tiba di pasar “(talaqqi rukban)(H.R.Bukhari).
Demikianlah ulasan tentang krisis bawang yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalistik yang tengah berlangsung saat ini.  Saatnya ubah sistem Kapitalisme dengan Sistem Islam.  Allahu Akbar..!!!  Menuju Perubahan Besar Menuju Khilafah…:-)

Sumber
http://agritusi.com/archives/477

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Soal-Soal Bab 1-12

profil perusahaan TRINITY OPTIMA PRODUCTION

Masalah-masalah yang Ada pada Akuntansi Internasional